Sejarah mencatat asal mula dikenalnya
kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa.
Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang.
Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika]] dibawa oleh bangsa Eropa
pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun
benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa
penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai
meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan tempo dulu
mungkin penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan
yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta
Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan
operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang
disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah
dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh
perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya. Jasa-jasa
bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat
yang semakin beragam.
Sejarah Perbankan di Indonesia
Sejarah Perbankan di Indonesia
Sejarah perbankan di Indonesia tidak
terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada masa itu terdapat beberapa
bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada itu
antara lain:
De Javasce NV.
De Post Poar Bank.
Hulp en Spaar Bank.
De Algemenevolks Crediet Bank.
Nederland Handles Maatscappi (NHM).
Nationale Handles Bank (NHB).
De Escompto Bank NV.
De Javasce NV.
De Post Poar Bank.
Hulp en Spaar Bank.
De Algemenevolks Crediet Bank.
Nederland Handles Maatscappi (NHM).
Nationale Handles Bank (NHB).
De Escompto Bank NV.
Di samping itu, terdapat pula bank-bank
milik orang Indonesia dan orang-orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan
Eropa. Bank-bank tersebut antara lain:
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank
Bank Nasional indonesia.
Bank Abuan Saudagar.
NV Bank Boemi.
The Chartered Bank of India.
The Yokohama Species Bank.
The Matsui Bank.
The Bank of China.
Batavia Bank.
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank
Bank Nasional indonesia.
Bank Abuan Saudagar.
NV Bank Boemi.
The Chartered Bank of India.
The Yokohama Species Bank.
The Matsui Bank.
The Bank of China.
Batavia Bank.
Di zaman kemerdekaan, perbankan di
Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda
dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal
kemerdekaan antara lain:
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung
Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI ‘46.
Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.
Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung
Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI ‘46.
Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.
Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Di Indonesia, praktek perbankan sudah
tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di
Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari’ah,
dan juga BPR Syari’ah (BPRS).
Masing-masing bentuk lembaga bank
tersebut berbeda karakteristik dan fungsinya.
Sejarah Bank Pemerintah
Sejarah Bank Pemerintah
Seperti diketahu bahwa Indonesia
mengenal dunia perbankan dari bekas penjajahnya, yaitu Belanda. Oleh karena
itu, sejarah perbankanpun tidak lepas dari pengaruh negara yang menjajahnya
baik untuk bank pemerintah maupun bank swasta nasional. Berikut ini akan
dijelaskan secara singkat sejarah bank-bank milik pemerintah, yaitu:
Bank Sentral
Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951.
Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor
Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:
Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 Tahun 1968.
Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Impor Indonesia.
Bank Negara Indonesia (BNI ‘46)
Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia ‘46.
Bank Dagang Negara(BDN)
BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP (Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yangberada diluar Bank Negara Indonesia Unit.
Bank Bumi Daya (BBD)
BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.
Bank Tabungan Negara (BTN)
BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No 20 Tahun 1968.
Bank Mandiri
Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.
Tujuan jasa perbankan
Bank Sentral
Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951.
Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor
Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:
Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 Tahun 1968.
Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Impor Indonesia.
Bank Negara Indonesia (BNI ‘46)
Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia ‘46.
Bank Dagang Negara(BDN)
BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP (Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yangberada diluar Bank Negara Indonesia Unit.
Bank Bumi Daya (BBD)
BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.
Bank Tabungan Negara (BTN)
BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No 20 Tahun 1968.
Bank Mandiri
Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.
Tujuan jasa perbankan
Jasa bank sangat penting dalam
pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua
tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien
bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu
kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi.
Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya
dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.
Kedua, dengan menerima tabungan dari
nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank
meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif.
Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan menngkat. Tanpa
adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat
memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki
dana pinjaman.
[sunting]
Perusahaan Pemegang Sepuluh Besar Bank Berdasarkan Keuntungan di Tahun 2003 (Dalam Dolar AS)
Citigroup — 20 milyar
Bank of America — 15 milyar
HSBC — 10 milyar
Royal Bank of Scotland — 8 milyar
Wells Fargo — 7 milyar
JPMorgan Chase — 7 milyar
UBS AG — 6 milyar
Wachovia — 5 milyar
Morgan Stanley — 5 milyar
Merrill Lynch — 4 milyar
[sunting]
Perusahaan Pemegang Sepuluh Besar Bank Berdasarkan Keuntungan di Tahun 2003 (Dalam Dolar AS)
Citigroup — 20 milyar
Bank of America — 15 milyar
HSBC — 10 milyar
Royal Bank of Scotland — 8 milyar
Wells Fargo — 7 milyar
JPMorgan Chase — 7 milyar
UBS AG — 6 milyar
Wachovia — 5 milyar
Morgan Stanley — 5 milyar
Merrill Lynch — 4 milyar
Perbankan syariah atau Perbankan Islam
adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum)
islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam
untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha
yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak
islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional.
Sejarah
Sejarah
Latar belakang
Perbankan syariah pertama kali muncul di
Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim
yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin
perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang
berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.
Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank
dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun
menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan
industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang
didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun
1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank
komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan
rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian
berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam
Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar
pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di
negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan
profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan
diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an,
sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain
berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal
Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia
Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit
presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings
Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan
ibadah [[haji].
Di Indonesia pelopor perbankan syariah
adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini
sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya
hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana
kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
[1].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam
Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992
tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi
bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri
dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha
syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara
Indonesia (Persero), Bank Rakyat Indonesia (Persero)dan Bank swasta nasional:
Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Tbk).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh
Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Prinsip
perbankan syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh
sistem perbankan syariah antara lain [2]:
* Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
* Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
* Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
* Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
* Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
* Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
* Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
* Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
* Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
* Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk
perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan
oleh bank berbasis syariah antara lain: [sunting] Jasa untuk peminjam dana
* Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. [3]
* Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan[4]
* Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [5]
* Takaful (asuransi islam)
* Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. [3]
* Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan[4]
* Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [5]
* Takaful (asuransi islam)
Jasa
untuk penyimpan dana
* Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [6]
* Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
* Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [6]
* Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
Tantangan
Pengelolaan Dana
Laju pertumbuhan perbankan syariah di
tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan
mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun.
Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir
rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia
membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya.
Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan
syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia
mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir
Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12
persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset
perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset
perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah
di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office
channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji
yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor
baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah,
Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain
akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan
pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia,
seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan
membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk
juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi
bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara
Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut
diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga
keuangan global. [sunting] Penghimpunan dana
Selain investor asing, penghimpunan dana
perbankan syariah dari dalam negeri akan didongkrak penerapan office-channeling
yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang
bank umum yang mempunyai unit usaha syariah melayani produk dan layanan
syariah, khususnya pembukaan rekening, setor, dan tarik tunai.
Sampai saat ini, office channeling baru
digunakan BNI Syariah dan Permata Bank Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank
Permata di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya
sudah dapat melayani produk dan layanan syariah sejak awal Maret lalu.
Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah dimulai 21 April 2006 pada
29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek. Ditargetkan 151 kantor cabang
utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul.
General Manager BNI Syariah Suhardi
beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan
syariah, diluncurkan pula BNI Syariah Card. Kartu ini memungkinkan nasabah
syariah menggunakan seluruh delivery channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM
BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan jaringan ATM Cirrus International di seluruh
dunia.
Hasil penelitian dan permodelan potensi
serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun lalu
menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun,
sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk
keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan
office channeling.
Dana terhimpun juga akan meningkat
terkait rencana pemerintah menyimpan biaya ibadah haji pada perbankan syariah.
Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika masing-masing calon jemaah haji
menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4 triliun yang hanya dititipkan ke
bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji yang terhimpun dalam jumlah
besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong munculnya instrumen investasi
syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik bagi pebisnis keuangan global
untuk meluncurkan produk investasi syariah.
Di sisi lain, suku bunga perbankan
konvensional diperkirakan akan turun. Menurut Adiwarman, bagi hasil perbankan
syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat perbankan syariah cukup
kompetitif terhadap bank konvensional. “Dengan selisih sekitar dua persen (dari
tingkat bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank syariah, tetapi
lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank konvensional,” kata
Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu loyal syariah.
Berdasarkan analisis BI, tren
meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun 2005 juga sempat membuat
perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana (dari bank syariah ke bank
konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana nasabah dialihkan pada
triwulan ketiga tahun lalu. Namun, kepercayaan deposan pada perbankan syariah
terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai Rp
2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga perbankan
syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan yang
tepat justru masalah akan datang.
Perbankan syariah sempat dituding
“kurang gaul” dalam lingkungan pembiayaan karena sejumlah nasabah yang dianggap
bermasalah pada bank konvensional justru memperoleh pembiayaan dari bank
syariah. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia Wahyu Dwi
Agung meyakini, dengan sistem informasi biro kredit BI yang memuat data seluruh
debitor, tudingan seperti itu tidak akan terjadi lagi.
Posisi rasio pembiayaan yang bermasalah
(non-performing financings) pada perbankan syariah tercatat naik dari 2,82
persen pada Desember 2005 menjadi 4,27 persen Maret lalu. Rasio ini dinilai
masih terkendali.
Kemudahan bagi masyarakat untuk
mengakses layanan perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah
tidak akan optimal tanpa promosi dan edukasi yang memadai tentang lembaga
keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan produk yang ditawarkan patuh
terhadap prinsip syariah.
Peluang dan potensi perbankan syariah
yang besar memang menuntut kerja keras untuk kemaslahatan.
]
Prinsip
perbankan syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana
dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan
syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh
sistem perbankan syariah antara lain [1]:
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk perbankan syariah
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan
oleh bank berbasis syariah antara lain:
Jasa untuk peminjam dana
Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. [2]
Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan[3]
Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [4]
Takaful (asuransi islam)
Jasa untuk penyimpan dana
Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [5]
Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
Jasa untuk peminjam dana
Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. [2]
Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan[3]
Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [4]
Takaful (asuransi islam)
Jasa untuk penyimpan dana
Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [5]
Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
Tantangan
Pengelolaan Dana
Laju pertumbuhan perbankan syariah di
tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia
diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15
persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima
tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan
syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari
tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat
luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia
mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir
Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12
persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset
perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset
perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah
di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office
channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji
yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor
baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah,
Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain
akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan
pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia,
seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan
membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk
juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi
bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara
Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut
diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga
keuangan global.
Penghimpunan dana
Penghimpunan dana
Selain investor asing, penghimpunan dana
perbankan syariah dari dalam negeri akan didongkrak penerapan office-channeling
yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang
bank umum yang mempunyai unit usaha syariah melayani produk dan layanan
syariah, khususnya pembukaan rekening, setor, dan tarik tunai.
Sampai saat ini, office channeling baru
digunakan BNI Syariah dan Permata Bank Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank
Permata di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya
sudah dapat melayani produk dan layanan syariah sejak awal Maret lalu.
Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah dimulai 21 April 2006 pada
29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek. Ditargetkan 151 kantor cabang
utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul.
General Manager BNI Syariah Suhardi
beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan
syariah, diluncurkan pula BNI Syariah Card. Kartu ini memungkinkan nasabah
syariah menggunakan seluruh delivery channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM BNI,
ATM Link, ATM Bersama, dan jaringan ATM Cirrus International di seluruh dunia.
Hasil penelitian dan permodelan potensi
serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun lalu
menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun,
sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk
keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan
office channeling.
Dana terhimpun juga akan meningkat
terkait rencana pemerintah menyimpan biaya ibadah haji pada perbankan syariah.
Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika masing-masing calon jemaah haji
menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4 triliun yang hanya dititipkan ke
bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji yang terhimpun dalam jumlah
besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong munculnya instrumen investasi
syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik bagi pebisnis keuangan global
untuk meluncurkan produk investasi syariah.
Di sisi lain, suku bunga perbankan konvensional
diperkirakan akan turun. Menurut Adiwarman, bagi hasil perbankan syariah yang
saat ini berkisar 8-10 persen, membuat perbankan syariah cukup kompetitif
terhadap bank konvensional. “Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat
bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank syariah, tetapi lebih dari
itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank konvensional,” kata Adiwarman
menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu loyal syariah.
Berdasarkan analisis BI, tren
meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun 2005 juga sempat membuat
perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana (dari bank syariah ke bank
konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana nasabah dialihkan pada
triwulan ketiga tahun lalu. Namun, kepercayaan deposan pada perbankan syariah
terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai Rp
2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga perbankan
syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan yang
tepat justru masalah akan datang.
Perbankan syariah sempat dituding
“kurang gaul” dalam lingkungan pembiayaan karena sejumlah nasabah yang dianggap
bermasalah pada bank konvensional justru memperoleh pembiayaan dari bank
syariah. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia Wahyu Dwi
Agung meyakini, dengan sistem informasi biro kredit BI yang memuat data seluruh
debitor, tudingan seperti itu tidak akan terjadi lagi.
Posisi rasio pembiayaan yang bermasalah
(non-performing financings) pada perbankan syariah tercatat naik dari 2,82
persen pada Desember 2005 menjadi 4,27 persen Maret lalu. Rasio ini dinilai
masih terkendali.
Kemudahan bagi masyarakat untuk
mengakses layanan perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah
tidak akan optimal tanpa promosi dan edukasi yang memadai tentang lembaga
keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan produk yang ditawarkan patuh
terhadap prinsip syariah.
Peluang dan potensi perbankan syariah
yang besar memang menuntut kerja keras untuk kemaslahatan.
Nice:)
BalasHapus