Welcome to PROJECT ( SECREET )

Jumat, 08 April 2011

Proses Komunikasi

Proses pengambilan keputusan .

Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:

Pengenalan masalah (problem recognition). Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.

Pencarian informasi (information source). Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi.

Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).

Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation). Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

Keputusan pembelian (purchase decision). Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.

Evaluasi pasca pembelian (post-purchase evaluation) merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut di masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen di masa depan

Komunikasi organisasi pada umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi, hubungan antarmanusia, komunikasi dan proses pengorganisasian serta budaya organisasi[1].Komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi arus komunikasi vertikal dan horisontal. [2].

Gaya komunikasi organisasi

Enam gaya komunikasi menurut Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss

Gaya komunikasi mengendalikan

Gaya komunikasi mengendalikan (dalam bahasa Inggris: The Controlling Style) ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.

Pihak - pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.

Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.

Gaya komunikasi dua arah

The Equalitarian Style Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way communication). Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.

Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindak berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.

3. The Structuring Style Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk memengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.

Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

4. The Dynamic style Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).

Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.

5. The Relinguishing Style Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.

Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.

6. The Withdrawal Style Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.

Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi. Berikut ini adalah tabel mengenai gaya komunikasi.

Mengalihkan persoalan.

jadi yang dimaksud dengan Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.

Komunikasi Organisasi juga dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.

PROSES KOMUNIKASI ORGANISASI

KOMUNIKASI INTERNAL

Pertukaran gagasan di antara para administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan, dalam struktur lengkap yang khas disertai pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam perusahaan, sehingga pekerjaan dapat berjalan.[3]. Empat Dimensi Komunikasi organisasi

1. Downward communication Yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah: a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction) b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale) c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices) d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.

Ada 4 metode dalam penyampaian informasi kepada para pegawai menurut Level (1972): 1. Metode tulisan 2. Metode lisan 3. Metode tulisan diikuti lisan 4. Metode lisan diikuti tulisan

2. Upward communication Yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah: a) Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.


Komunikasi ke atas menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir kecil manajer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawah. Sharma (1979) mengemukakan 4 alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit: 1. Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka 2. Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik kepada masalah yang dialami pegawai 3. Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai 4. Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai


3. Horizontal communication
Yaitu komunikasi yang berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah: a) Memperbaiki koordinasi tugas b) Upaya pemecahan masalah c) Saling berbagi informasi d) Upaya pemecahan konflik e) Membina hubungan melalui kegiatan bersama


4. Interline communication
Yaitu tindak komunikasi untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional. Spesialis staf biasanya paling aktif dalam komunikasi lintas-saluran ini karena biasanya tanggung jawab mereka berhubungan dengan jabatan fungsional. Karena terdapat banyak komunikasi lintas-saluran yang dilakukan spesialis staf dan orang-orang lainnya yang perlu berhubungan dalam rantai-rantai perintah lain, diperlukan kebijakan organisasi untuk membimbing komunikasi lintas-saluran.


Ada dua kondisi yang harus dipenuhi dalam menggunakan komunikasi lintas-saluran: 1. Setiap pegawai yang ingin berkomunikasi melintas saluran harus meminta izin terlebih dahulu dari atasannya langsung 2. Setiap pegawai yang terlibat dalam komunikasi lintas-saluran harus memberitahukan hasil komunikasinya kepada atasannya

Hambatan-Hambatan Komunikasi

Dalam praktek berkomunikasi biasanya seseorang akan menemui berbagai macam hambatan yang jika tidak dapat ditanggapi dan disikapi secara tepat akan membuat proses komunikasi yang terjadi menjadi sia-sia karena pesan tidak tersampaikan atau yang sering terjadi adalah terjadinya penyimpangan. Adapun hal-hal yang sering terjadi adalah karena ketidakmampuan seorang penyampai pesan dalam:

Berkomunikasi sesuai tingkatan bahasa para pendengarnya.
Seorang pedagang makanan yang hanya lulusan SMP tentunya akan kesulitan mengerti pembicaraan seorang sarjana teknik yang berbicara menggunakan istilah-istilah tekniknya.

Mengerti keinginan arah pembicaraan dari para pendengarnya.
Sekelompok remaja SMA tentunya wajar jika tidak tertarik pada pembicaraan mengenai permasalahan bagaimana merawat dan mendidik balita yang disampaikan seorang ibu rumah tangga.

Mengerti kelas sosial para pendengarnya.
Sekelompok petani didesa tentunya tidak mengerti dan tidak tertarik pada pembicaraan seorang pialang mengenai perdagangan saham.

Memahami latar belakang serta nilai-nilai yang dipegang teguh para pendengarnya.
Seorang ahli presentasipun akan sangat kesulitan menembus dan merubah "kekebalan" (kekeras-kepalaan) pendapat seorang individu apalagi kelompok masyarakat yang mengkonsumsi makanan pokok nasi menjadi gandum, kentang atau lainnya walaupun didukung "bukti-bukti dan alasan yang kuat dan benar".

"Adalah pendengar yang menentukan bagaimana sebaiknya sebuah pesan dimengerti".

Bagaimana dan seperti apa sudut maupun cara pandang seseorang terhadap apa yang didengar, dilihat atau dimengerti sangatlah di bentuk oleh latar belakang dan pengalaman pribadi perorangan.

Oleh karena itu dalam berkomunikasi apalagi mengenai masalah Tao, adalah sangat bijak jika seorang Taoyu-pun dapat mengkomunikasikan Tao-nya dengan baik (benar dan tepat) dengan fleksibilas yang tinggi (kemampuan yang sangat luwes) sesuai takaran-takarannya secara proporsional (sesuai pada orang lain dan sesuai diri sendiri).

Demikian pembahasan masalah berkomunikasi ini secara singkat. Semoga apa yang disampaikan dapat bermanfaat bagi semuanya. Tentunya masih banyak lagi, hal mengenai permasalahan komunikasi yang dapat dibahas pada kesempatan yang lain.

Daftar pusaka :

http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen

http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_organisasi

http://indonesia.siutao.com/tetesan/komunikasi.php

»»  Baca Selengkapnya ..

Senin, 04 April 2011

Konflik .

K

onflik dalam kelompok.

Sepanjang individu berinteraksi dengan individu lain, konflik tidak

mungkin terhindarkan. Konflik dapat terjadi dalam menentukan suatu tujuan atau

dalam menentukan metode yang akan diambil untuk mencapai tujuan. Misalnya,

suatu kelompok yang terdiri dari 6 (enam) orang diberi uang Rp. 10.000.000,-

yang harus dihabiskan dalam waktu 2 (dua) minggu. Dua orang dari kelompok

ingin untuk menyumbangkan semua uang tersebut pada sebuah panti asuhan,

dua orang lainnya ingin agar uang tersebut dipakai untuk berlibur, sementara dua

orang lagi menginginkan uang tersebut digunakan untuk membantu keluarganya

meneruskan sekolah. Apa yang terjadi dalam kelompok ini? Jelas, kelompok ini

berada dalam keadaan konflik, dimana mereka harus membuat keputusan yaitu

"bagaimana uang tersebut digunakan" sementara anggota kelompok mempunyai

keinginan yang berbeda-beda.

Konflik dapat terjadi bila perhatian utama anggota kelompok diarahkan

pada diri sendiri. Dalam hal ini perspektif mereka menjadi sempit dan orientasi

mereka hanya pada jangka waktu pendek saja. Oleh Sherif dan sherif (1953)

dikatakan bahwa konflik ini dapat diatasi bila anggota kelompok mati memperluas

persepsi mereka agar lebih diarahkan pada apa yang disebutnya sebagai "tujuan

super ordinat". Tujuan super ordinat adalah tujuan yang sangat penting bagi

semua orang dalam kelompok, tetapi tidak dapat dicapai hanya dengan bekerja

sendiri. Dengan perkataan lain, kebutuhan kelompok akan terpenuhi selama

semua orang yang terlibat dalam kelompok tersebut ikut bekerja.

Secara umum, faktor-faktor yang dapat merupakan sumber konflik antara

lain adalah :

¾ perbedaan-perbedaan keinginan, nilai, tujuan

¾ adanya keterbatasan akan sumber tertentu seperti kekuasaan,

kedudukan, waktu, popularitas, uang dan lain-lain

¾ persaingan (rivalry)

Konflik tidak selamanya memberikan dampak yang jelek pada kelompok

ataupun organisasi. Di dalam organisasi yang sehat justru konflik dianjurkan, hal

ini sering dikenal dengan istilah kontroversi. Berbagai studi dalam bidang ilmu

perilaku oranisasi yang menunjukkan bahwa adu argumentasi, ketidaksetujuan,

debat, ide-ide atau informasi yang bermacam-macam ternyata sangat penting

dalam meningkatkan kreatifitas dan kualitas kelompok. Keuntungan yang

diperoleh dengan adanya konflik antara lain adalah anggota kelompok akan lebih

terstimulasi atau terangsang untuk berpikir atau berbuat sehingga

mengakibatkan kelompok menjadi lebih dinamis dan berkembang karena setiap

orang mempunyai kesempatan untuk menuangkan ide-ide atau buah pikirannya

secara lebih terbuka. Namun, untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam

artian produktif konstruktif, konflik harus dikendalikan secara positif.

Kerugian yang ditimbulkan oleh konflik biasanya disebabkan karena

konflik tersebut biarkan berjalan dalam waktu yang lama dan berkepanjangan

atau dibiarkan menjadi semakin meruncing tanpa ada penyelesaian. Tentu hal ini

dapat merusak iklim kerja dan pada akhirnya akan berpengaruh pada kinerja

kelompok.

Pada dasarnya konflik yang terjadi dapat dikategorikan dalam dua bentuk

yaitu konflik antar individu (interpersonal conflict) dan konflik antar kelompok

(intergroup onflict). Diantara kedua bentuk ini, konflik antar individu merupakan

permasalahan yang cukup serius karena keadaan ini dapat mempengaruhi emosi

individu secara mendalam dan bila keadaan ini tidak dikendalikan secara tepat

maka cepat atau lambat dapat merusak iklim kerja baik dalam kelompok maupun

organisasi.

Bila seseorang berada dalam keadaan konflik ada dua hal yang

mempengaruhi cara yang ditempuh untuk mengatasinya yaitu 1) memperhatikan

tujuan personal dan 2) keinginan untuk tetap mempertahankan hubungan baik

dengan anggota kelompok. Dengan mempertimbangkan kedua aspek ini, dalam

penyelesaian konflik dikenal beberapa kemungkinan strategi yang ditempuh

seperti menghindar dari konflik (avoiding), melunakkan suasana (smoothing),

memaksa dengan menggunakan kekuasaan (forcing) dan konfrontasi

(confrontation). Tergantung dan strategi atau pendekatan yang dilakukan

kemungkinan hasil dan penyelesaian konflik dapat berupa kalah-kalah (Joselose), kalah-menang (lose-win)/menang-kalah (win-lose) dan menang-menang

(win-win). Tentu dan kemungkinan-kemungkinan ini yang paling ideal adalah

penyelesaian yang dapat menghasilkan kondisi "menang-menang (win-win)".

Strategi dan hasil yang mungkin dapat diperoleh dalam mengatasi konflik

dapat kita lihat sebagai berikut :

Strategi yang dipilih: Kemungkinan hasil yang diperoleh:

- menghindari persoalan (avoiding) - kalah-kalah (lose-lose)

- melunakkan suasana (smoothing) - kalah-menang (lose-win)

- menggunakan kekerasan (forcing) - menang-kalah (win-lose)

- konfrontasi (controntation) - menang-menang (win-win)

Walaupun kesemua cara atau strategi ini cukup efektif, namun yang paling

ideal adalah pendekatan dengan cara konfrontasi. Alasannya adalah karena

dengan strategi konfrontasi semua persoalan yang diduga menjadi penyebab

timbulnya konflik akan terungkap sehingga kedua belah pihak akan dapat melihat

kembali dan mempelajari secara matang dan untuk selanjutnya diambil

penyelesaian yang matang dan rasionil. Berbagai studi mengenai manajemen

konflik menunjukkan bahwa penyelesaian konflik melalui pendekatan konfrontasi

memberi kepuasan bagi kedua belah pihak dan dirasa cukup konstruktif.

Secara umum, berbagai prosedur dapat dilalui dalam upaya

menyelesaikan konflik antara lain secara hukum, penggunaan pihak ketiga,

dengan kekerasan, serta negosiasi atau perundingan. Dan kesemua prosedur ini

yang efektif adalah melalui negosiasi atau perundingan. Negosiasi sebenarnya

merupakan suatu proses penyelesaian dengan cara mendapatkan suatu

kesepakatan.

Dalam negosiasi ada beberapa langkah-langkah yang perlu diperhatikan

agar hasil yang diperoleh cukup konstruktif, antara lain sebagai berikut:

Langkah 1 : Pencairan.

Pada langkah ini kedua belah pihak diberi kesempatan untuk

mengungkapkan persepsi masing-masing terhadap persoalan dengan tujuan

mendapatkan klarifikasi dan mencari upaya-upaya yang tepat kearah pemecahan

permasalahan. Ada beberapa hal yang dapat membantu agar langkah awal ini

menjadi lebih efektif, yaitu :

¾ pilihlah waktu yang tepat untuk memulai negosiasi

¾ ungkapkan permasalahan secara objektif, jangan menyinggung pribadi

secara psikologis

¾ pahami pandangan lawan secara objektif

Langkah 2 : Kejelasan/ketegasan permasalahan secara bersama-sama.

Kejelasan akan permasalahan yang menyebabkan timbulnya konflik

sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama. Hal ini penting untuk menyamakan

persepsi tentang permasalahan tersebut. Beberapa hal yang penting diperhatikan

disini adalah:

¾ jangan menghina atau mencela pribadi, tapi ungkapkanlah tindakan yang

dilakukan secara objektif dan jelas

¾ perlu ditekankan bahwa permasalahan yang timbul akibat terjadinya

konflik tersebut merupakan masalah bersama yang perlu dipecahkan

bersama demi perbaikan mutu kerja

¾ perlu ketegasan tentang pokok permasalahan

Langkah 3 : Kejelasan posisi dan perasaan.

Selama proses negosiasi, penempatan isu yang dibicarakan serta perasaan

terhadap isu tersebut mungkin saja berubah. Oleh karena itu agar negosiasi

dapat berhasil puan untuk mengungkapkan permasalahan secara benar dan

kemampuan mendengar sangat dibutuhkan. Konflik akan sulit diatasi bila

negosiator tidak mengalami duduk persoalan yang menjadi isu dalam konflik

tersebut. Hanya dengan mengetahui dan memahami apa yang menjadi

perbedaan-perbedaan antara kedua pihak sehingga timbul konflik maka

penyelesaian yang konstruktif dapat dicapai. Oleh karena itu penting diketahui

bagaimana persepsi atau tanggapan pihak terhadap isu yang menimbulkan

konflik tersebut.

Langkah 4 : Mencari tema bersama.

Berbagai studi menunjukkan bahwa konflik dapat diselesaikan dalam

waktu yang relatif singkat bila dalam upaya penyelesaian konflik tersebut lebih

ditekankan pada pencarian tujuan-tujuan yang bersifat koperatif yang

menyangkut kedua belah pihak. Disamping itu, upaya ini mengurangi

kemungkinan reaksi defensif dari pihak lawan, meningkatkan pengertian terhadap

kedua belah pihak dan mengurangi perasaan kalah-menang dalam negosiasi.

Langkah 5 : Belajar empati.

Negosiasi sukar untuk berhasil bila kita hanya melihat permasalahan dari

perspektif sepihak saja. Pengetahuan tentang bagaimana pihak lawan melihat

permasalahan dan bagaimana persepsi lawan terhadap isu yang timbul sangat

dibutuhkan agar penyelesaian konflik dapat dilakukan secara efektif dan

konstruktif. Belajar melihat permasalahan dari kacamata dan belajar berdiri pada

sepatu orang lain merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan

negosiasi.

Langkah 6 : Koordinasi motivasi untuk penyelesaian permasalahan.

Keinginan untuk menyelesaikan konflik seringkali berbeda diantara kedua

belah pihak yang berselisih. Walaupun satu pihak ingin berdamai, belum tentu

pihak lain mempunyai keinginan yang sama pula. Disinilah letak kemampuan

negosiator untuk dapat mengkoordinasikan motivasi dan keinginan kedua belah

pihak sehingga masing-masing pihak merasakan akan pentingnya penyelesaian

konflik ini demi kebaikan semua pihak. Agar motivasi untuk berdamai ini timbul,

penting sekali diungkapkan kepada kedua belah pihak kerugian-kerugiaan yang

ditimbulkan akibat terjadinya perselisihan ini.

Langkah 7 : Pencapaian kesepakatan.

Konflik sudah dapat dikatakan "selesai" bila sudah ada kesepakatan dari

kedua belah pihak. Pada tahap ini kedua belah pihak telah menerima apa yang

telah diputuskan secara bersama sebagai suatu penyelesaian dan secara terbuka

telah menyatakan keikatan mereka untuk melaksanakannya.

Secara singkat, dapat dikatakan dalam upaya penyelesaian konflik secara

konstruktif dibutuhkan keterbukaan, kejujuran dan keobjektifan dalam melihat

permasalahan. Selain itu perlu dipahami bagaimana persepsi dan perasaan

masing-masing pihak dalam melihat permasalahan tersebut.

Sumber dan jenis” konflik

Sumber dan Jenis - Jenis Konflik
Akan membantu memahami suatu konflik dengan menilai sifat dari masalah pada suatu situasi tertentu. Konflik biasanya muncul berasal dari satu atau beberapa sumber berikut ini.

1 . Konflik menyangkut informasi
Pada banyak kejadian, pihak-pihak yang berkonflik tidak memiliki informasi yang cukup, atau bahkan tidak meiliki informasi yang sama tentang suatu situasi. Mengumpulkan dan mengklarifikasikan fakta-fakta yang diperlukan dapat menolong meredakan ketegangan yang terjadi.dalam situasi berbeda,pihak-pihak yang bertikai menafsirkan informasi dengan cara yang berlainan atau memberikan bobot kepentigan yang berbeda terhadap informasi yang sama. Diskusi yang terbuka dan masukan dari pihak yang dapat dipercaya akan membantu dalam menilai relevansi dari informasi yang tersedia.

2. Konflik menyangkut Sumberdaya
Konflik menyangkut berbagai sumberdaya seperti tanah, uang atau benda lain biasanya mudah diidentifikasikan dan sering diselesaikan lewat jalan tawar-menawar / negosiasi. Namun, kadang-kadang walaupun dipermukaan pihak-pihak yang berkonflik seolah saling mempertikaikan sumberdaya tertentu, tetapi sesungguhnya konflik itu menyangkut suatu perkara lain, mungkin tentang relasi atau kebutuhan psikologis salah satu atau kedua belah pihak

3. Konflik tentang Relasi
Dalam hubungan keluarga, kemitraan bisnis atau organisasi kemasyarakatan, orang sering berselisih pendapat tentang berbagai perkara, tetapi kadang-kadang saling ketergantungan yang tercipta oleh relasi mereka itu melahirkan dimensi destruktif pada aneka perbedaan yang terjadi yang semestinya mudah diselesaikan. Berbagai kejadian dimasa lampau atau kesan dan prasangka yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun dapat membuat orang menjadi sangat kaku atau tidak mau mencoba menempuh solusi yang sangat jelas yang berkaitan dengan tujuan, peranan, tangung jawab, dan perbedaan pandangan yang ada.

4. Konflik menyangkut Kepentingan atau Kebutuhan
Aneka kebutuhan manusiawi yang penting dan kuat seperti kebutuhan akan jati diri, harga diri, atau partisipasi seringkali menjadi inti konflik yang di permukaan terkesan seperti persaingan menyangkut benda-benda materi belaka. Kesempatan yang konstruktif bagi individu atau kelompok masyarakat untuk mengungkapkan aneka kebutuhan mereka dan merasakan bahwa diri mereka telah didengarkan seringkali amat menentukan dalam mengatasi jenis-jenis kebutuhan ini. Pemecahan jangka panjang terhadap suatu konflik yang berkisar pada sumberdaya seringkali ditentukan baik oleh penguasa aneka kepentingan atau kebutuhan orang-oarang yang terlibat maupun oleh pembagian berbagai sumberdaya tersebut secara adil.

5. Konflik Menyangkut Struktur
Struktur kemasyarakatan dan organisasi menentukan siapa yang memiliki akses pada kekuasaan atau sumberdaya, siapa yang wajib memberi hormat kepada siapa, dan siapa yang memiliki wewenang untuk membuat berbagai keputusan. Konflik menyangkut atau di dalam struktur seringkali melibatkan persoalan tentang keadilan dan tujuan-tujuan yang saling tidak sejalan. Konflik-konflik semacam itu seringkali menuntut usaha bertahun-tahun untuk menghasilkan perubahan yang konstruktif.

6. Konflik Menyangkut Nilai-Nilai Hidup
Berbagai nilai hidup dan keyakinan dibentuk oleh pengalaman hidup dan iman kepercayaan. Karena ancaman terhadap nilai hidup seseorang seringkali dipandang sebagai ancaman terhadap jati dirinya, maka konflik-konflik menyangkut nilai-nilai hidup biasanya paling sulit dipecahkan. Kebanyakan orang bereaksi secara defensif terhadap ancaman semacam ini dan menolak untuk bernegosiasi, mengira bahwa pemecahan konflik tersebut menuntut mereka untuk mengubah nilai-nilai hidup. Dalam kenyataan, dengan memberi kesempatan kepada orang yang bertikai untuk menjernihkan nilai-nilai hidup mereka dan merasa bahwa mereka telah didengarkan serta dipahami seringkali langkah itu dapat membuat mereka meniggalkan sikap defensif dan belajar hidup bersama dengan saling menerima berbagai perbedaan yang ada di antara mereka.

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK

Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”

Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.
Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya

TEORI MOTIVASI

Motivasi dapat diertikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam dirimanusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasikerja akan berpengaruh terhadap performansi pekerja.

Menurut Hilgard dan Atkinson, tidaklah mudah untuk menjelaskan motifasi sebab :

1.Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan

menghasilkan ekspresi motif yang berbeda pula.
2.Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
3.Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
4.Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan
5.Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.

Berikut ini dikemukakan huraian mengenai motif yang ada pada manusia sebagai

factor pendorong dari prilaku manusia.

Motif Kekuasaan

Merupakan kebutuhan manusia untuk memanipulasi manusia lain melaluikeunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland menyimpulkan bahwa motifkekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatifberkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan motif kekuasaan yang bersifat positifberkaitan dengan kekuasaan social (power yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalammencapai tujuan kelompok).

Daftar Pusaka :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3730/1/fkm-linda3.pdf

http://peoplecrisiscentre.org/index.php?option=com_content&view=article&id=104:berita&catid=1:artikel

http://karisyogya.blogspot.com/2007/12/strategi-penyelesaian-konflik.html

http://www.scribd.com/doc/7479473/TEORI-MOTIVASI

»»  Baca Selengkapnya ..